Bermodal nekat seorang wartawati nonmuslim meliput Aksi
Damai 212. Inilah sekelumit pengalaman sekaligus liputan yang berhasil
ia tuliskan:
Sebenarnya, kantor aku ga mempersiapkan aku untuk menghadapi liputan
Aksi Bela Islam III. Engggak seperti kantor media lainnya yang meminta
reporternya melepas ID Card, memakai baju gamis atau koko putih serta
atribut Islami lainnya buat yang cowok, buat yg cewek pake hijab atau
kerudung. Bahkan ada kantor yang sudah siapkan bekal buat reporternya
Utk liputan aksi yg disebut2 sebagai aksi 212. Plus bekal odol Utk jaga2
terjadi seperti aksi 411.
Sebenarnya rada takut juga liputan aksi 212, secara aku beragama
Non-Muslim dari media yang disoroti sama FPI sebagai medianya Ahok. Tapi
karena aku hanya prajurit yang menjalani tugas dari kumendan di kantor,
oke aku jalani saja.
Karena opang (ojek pangkalan) langganan ga bisa nembus Monas,
akhirnya aku berhenti di Jalan Abdul Muis. Dan melanjutkan perjalanan
dengan jalan kaki melewati Jalan Budi Kemulyaan.
Rasa takut pun hilang, karena mereka yang mengagung-agungkan kebesaran Tuhannya pasti tidak akan sanggup menyakiti manusia lain.
Lalu bapak memakai peci putih menyodorkan sebotol air mineral kepadaku.
“Haus ya Mbak? Nih ambil saja. Kita sudah sediakan banyak kok untuk
teman-teman disini,” ujar bapak itu. Terharu, aku ambil botol air minum
itu sambil mengucapkan terima kasih.
Aku pun melanjutkan perjalanan bersama lautan massa. Berkali-kali aku
ditawarkan makanan bungkus atau kue-kue kecil yang sudah disiapkan
warga untuk para pendemo. Terpaksa aku tolak, karena akan menyulitkan
aku menjalankan tugasku.
“Monas penuh,” demikian kata massa. Lalu mereka pun menggelar koran dan sajadah untuk shalat Jumat di jalan.
Mungkin aku satu-satunya perempuan yang tidak memakai hijab atau
kerudung. Tetapi, tak satupun massa mempermasalahkan keberadaanku yang
berbeda dengan mereka.
Meski sempat tertahan di perempatan Indosat, akhirnya aku berhasil
menembus jalan menuju Monas. Kemudian mendengar ceramah Shalat Jumat
yang menyejukkan. Penceramah itu mengatakan, “Hai orang Kristen, kalian
saudara kami, hai orang Hindu, kalian juga saudara kami. Begitu juga
dengan orang Katolik, Budha dan Konghucu, kalian adalah saudara kami.
Kita adalah sama, yang berbeda hanya agama kita. Dan kita tetap bersatu
dalam NKRI.”
Sejuk, damai dan tenang hati ini mendengarnya.
Tak berapa lama kemudian, hujan turun, mulai dari rintik-rintik
hingga sangat deras. Aku pun mencari tempat berteduh, lalu seorang
perempuan memakai hijab mengajak ku berteduh di tenda mereka, tenda
Relawan Indonesia. Meski tetap basah kuyup, setidaknya kepalaku
terlindungi dari derasnya hujan. Terima kasih, Bu (entah siapa namanya).
Namun hujan deras, tak membuat massa bergerak sedikit pun dari tempat
duduk mereka. Bahkan mereka semakin khusuk dan khidmat dalam
menjalankan ibadahnya. Luar biasa!!!
“Massa pun lebih tertib. Sampah dikumpulkan di plastik-plastik sampah
atau kepada massa yg bertanggung jawab mengumpulkan sampah. Bagaimana
dengan taman? Aaahh mereka juga menjaga taman tidak rusak. Bahkan mereka
saling mengingatkan untuk tidak menginjak tanaman yang ada di
taman-taman tersebut”
Massa pun mulai membubarkan diri seusai salat Jumat, sekitar 12.45
WIB. Jalan-jalan ibukota mulai normal kembali sekitar pukul 16.00 WIB.
Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang telah menemaniku dalam aksi
212. Terima kasih kalian begitu baik dan tak mau terprovokasi sehingga
tak terjadi lagi peristiwa di aksi 411.
Meski ada segelintir oknum dari massa yang mencoba memprovokasi, tapi
kalian tetap tenang. Terima kasih telah membiarkan aku dan teman-teman
wartawan lainnya dapat meliput dengan tenang dan aman.
Demikian sekelumit kisah liputan ku dalam aksi 212, Aksi Bela Islam III. Salute to all of you!!
Itulah yang ditulisnya seperti dilansir dari Bangka.tribunnews.[]
Tidak ada komentar:
Write komentar